Hukum Yang Bekerjasama Dengan Orang Yang Sedang Haid Dan Nifas

Bukan suatu keharusan lagi bagi kita kaum perempuan khususnya untuk mengetahui hukum-hukum yang bekerjasama dengan haid dan nifas. Melainkan suatu kewajiban yang benar-benar harus kita kerjakan. Bagaimana tidak, haid dan nifas niscaya dialami oleh setiap kaum perempuan yang mana nantinya sangat bersagkutan pribadi dengan ibadah sehari-hari, baik itu ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa sah atau tidaknya ibadah kita kalau kita tidak memahami hukum-hukum yang bekerjasama dengan haid dan nifas, maka sanggup jadi kita salah dalam beribadah, hasilnya ibadah kita tidak lagi dihitung sebagai pahala namun sebaliknya ibadah kita dihitung sebagai dosa.

Bukan suatu keharusan lagi bagi kita kaum perempuan khususnya untuk mengetahui aturan Hukum yang Berhubungan dengan Orang yang Sedang Haid dan Nifas

Salah satu contoh, sepasang suami istri melaksanakan kekerabatan tubuh sedangkan si istri sedang dalam keadaan haid. Sudah tentu yang dilakukan sepasang suami istri tersebut yakni perbuatan dosa lantaran dilakukan ketika istri dalam masa haid, padahal bekerjsama kekerabatan tubuh yang dilakukan oleh sepasang suami istri yakni merupakan ibadah yang berpahala besar. Karena ketidak tahuan akan hukum-hukum yang berkaitan dengan haid jadinya ibadah yang seharusnya berpahala malah menjadi dosa.

Sebelum jauh membahas perihal apa saja aturan yang bekerjasama dengan haid dan nifas, mari kita seditik memahami perihal apa itu hukum. Hukum secara bahasa berarti ketetapan. Sedangkan secara istilah syara’ aturan yakni segala kasus yang ditetapkan oleh syari’at (ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadits) yang bekerjasama dengan perbuatan mukallaf (yang diberatkan/dibebankan) yang berupa tuntutan, pilihan, ataupun ketetapan. Atau bila disederhanakan aturan yakni aturan yang ditetapkan oleh agama kepada kita perihal perbuatan yang kita kerjakan.

Nah, sesudah mengetahui pengertian hukum, mari kita bahas seputar perbedaan antara haid dan nifas. Sebenarnya pembahasan ini sudah dibahas pada halaman sebelumnya, tetapi untuk sekedar mengingat kembali mari kita bahas lagi dengan klarifikasi yang lebih ringkas.

Bukan suatu keharusan lagi bagi kita kaum perempuan khususnya untuk mengetahui aturan Hukum yang Berhubungan dengan Orang yang Sedang Haid dan Nifas

Haid yakni darah yang keluar dari rahim perempuan secara alami, bukan lantaran sakit atau melahirkan. Masa minimal haid yakni 24 jam, sedangkan masa maksimal yakni 15 hari, kemudian masa rata-ratanya yakni 5-7 hari. Selanjutnya, Nifas yakni darah yang keluar dari rahim perempuan alasannya yakni melahirkan. Masa minimal nifas yakni hanya setetes (sekejap), sedangkan masa maksimal nifas yakni 60 hari, kemudian masa umum yang terjadi ketika nifas yakni 40 hari.
Itulah perbedaannya, meskipun haid dan nifas mempunyai perbedaan yaitu dari segi alasannya yakni dan masanya, tetapi keduanya (haid dan nifas) mempunyai kesamaan dalam segi hukumnya.

Selanjutnya mari kita bahas apa saja hukum-hukum yang bekerjasama atau berkaitan dengan perempuan yang sedang dalam keadaan haid dan nifas. Pembahasan tersebut akan dijelaskan pada poin-poin berikut :

A. Perkara yang Diharamkan

Yaitu kasus yang dihentikan dikerjakan (larangan), bila dikerjakan mendapat dosa dan bila ditinggalkan mendapat pahala. Adapun perempuan yang dalam masa haid dan nifas diharamkan untuk melaksanakan kasus berikut:
  1. Mengerjakan Shalat ; baik itu shalat wajib maupun shalat sunnah. Karena salah satu syarat sah shalat yaitu higienis (suci) dari haid dan nifas. Shalat yang ditinggalkan selama masa haid atau nifas tidak perlu di qadha’, alasannya yakni tidak ada perintah untuk mengqadha’ shalat sesudah selesai haid atau nifas. Bagi kita kaum perempuan tidak perlu khawatir akan kehilangan pahala shalat yang ditinggalkan selama masa haid atau nifas, alasannya yakni kita sanggup menggantinya duduk dengan niat berserah diri dan tunduk patuh kepada Allah SWT.
  2. Melakukan sujud syukur dan sujud thilawa ; Pada dasarnya kedua sujud ini memang sunnah hukumnya, tetapi lantaran salah satu syarat sah kedua sujud ini sama dengan syarat sah shalat, yaitu higienis dari hadats (haid dan nifas), maka bagi perempuan yang sedang haid atau nifas tidak sah mengerjakannya dan haram mengerjakannya.
  3. Membaca Al-Qur’an ; Keharaman membaca Al-Qur’an yaitu apabila dalam melafadhnya berniat memang untuk membaca Al-Qur’an. Sedangkan apabila berniat hanya untuk berdoa, berdzikir, atau membacanya didalam hati saja, maka hukumnya yakni diperbolehkan.
  4. Menyentuh mushaf (sesuatu yang bertuliskan Al-Qur’an) dan Al-Qur’an ; Menyentuh sama halnya dengan membawa, kecuali dihalangi oleh benda lain dengan tujuan tidak mempunyai niat untuk menyentuh atau membawanya maka hukumnya diperbolehkan. Karena Al-Qur’an merupakan kitab suci Allah yang mana ketika ingin menyentuh atau membawanya maka harus dalam keadaan suci juga.
  5. Thawaf di Baitullah ; Keharaman thawaf diceritakan dalam hadits Rasulullah SAW, ketika itu Siti Aishah bepergian untuk menunaikan ibadah haji, kemudian dia menangis alasannya yakni haid, kemudian Rasulullah mendatangi dia dan bertanya kepada dia perihal alasannya yakni menangisnya, Siti Aishah menjelaskan bahwa ia sedang haid, kemudian Rasulullah memerintahkan untuk menuntaskan ibadah hajinya tetapi melarang melaksanakan thawaf di baitullah.
  6. Berpuasa ; baik puasa wajib maupun pusasa sunnah. Sama halnya dengan shalat, salah satu syarat wajib puasa yaitu suci dari haid dan nifas, maka puasa perempuan yang sedang haid dan nifas tidak sah dan haram mengerjakannya. Bedanya yaitu kalau shalat tidak perlu mengqadha’ (mengganinya) sedangkan puasa diwajibkan untuk mengqadha’nya sesudah selesai masa haid atau nifasnya.
  7. Berdiam diri di dalam masjid walaupun hanya sebentar ; Bagi perempuan dalam masa haid atau nifas diharamkan i’tikaf (berdiam diri di dalam masjid) alasannya yakni dihawatirkan darahnya akan menetes atau berceceran di dalam masjid. 
  8. Memasuki atau berjalan disekeliling masjid ; Diharamkan apabila adanya kekhawatiran darahnya akan menetes, dan diperbolehkan kalau tidak ada kekhawatiran nantinya darahnya akan menetes.
  9. Bersuci dari hadats ; Baik itu hadats kecil ataupun hadats besar. Mengapa demikian? alasannya yakni ia masih dalam keadaan haid atau nifas maka bersuci itu akan percuma atau bahkan berlebihan, sedangkan Islam tidak menyukai orang yang berlebihan. Bersuci tersebut sanggup dilakukan sesudah haid atau nifasnya suci.
  10. Bercumbu rayu bersama suami ; Diharamkan apabila bersentuhan antar kulit tanpa penghalang antara pusar hingga lutut sang intri. Apabila tidak bersentuhan kulit atau lantaran adanya penghalang ibarat baju, dan untuk tetap menjaga keharmonisan serta keromantisan suami istri, maka diperbolehkan.
  11. Berhubungan tubuh (jima’) ; Bukan hanya agama saja yang melarang melaksanakan kekerabatan suami istri kala sang istri dalam keadaan haid atau nifas. Tetapi juga ilmu kedokteran sangat tidak menganjurkan lantaran semua itu bila dilakukan akan sangat berbahaya, baik untuk kedua pasangan suami istir maupun pada calon keturunannya nanti. Apabila tidak tahu hukumnya (bahwa bekerjasama ketika haid yakni haram) dan sudah terlanjur melakukannya disunnahkan untuk shadaqah sebanyak satu dinar atau kurang lebih 3,88 gr. emas.
  12. Dicerai atau ditalak ; Cerai merupakan perbuatan yang paling tidak disukai Allah SWT. Bagi perempuan yang sedang dalam haid diharamkan bagi suaminya untuk mencarinya atau mentalaknya. Semoga jangan hingga ada perceraian, alasannya yakni perceraian bukan perbuatan yang disukai Allah SWT melainkan perbuatan yang paling dibenci Allah SWT. 

B. Perbedaan Hukum antara Haid dan Nifas

Selain mempunyai persamaan di dalam aturan haid dan nifas, keduanya juga mempunyai perbedaan aturan yang perlu kita ketahui. Berikut beberapa perbedaan aturan antara haid dan nifas:
  1. Baligh ; Tanda balig seorang perempuan ditandai dengan keluarnya darah haid bukan ditandai dengan keluarnya darah nifas. Dengan kata lain haid merupakan tanda balignya perempuan sedangkan nifas bukan termasuk tanda baignya perempuan.
  2. Iddah (waktu tunggu) ; Setelah perempuan ditinggal suami (cerai/meninggal) maka perempuan tersebut mengalami masa iddah. Perhitungan masa iddah yaitu dengan masa haid (tiga kali haid) dan bukan dengan masa iddah. Dengan kata lain haid merupakan standar perhitungan masa iddah sedangkan nifas tidak sebagai standar masa iddah.
  3. Ila’ (sumpah) ; yaitu sumpah suami yang diucapkan kepada istri bahwa tidak akan mengumpulinya (jima’) selama batas tertentu. Haid termasuk dalam perhitungan masa ila’ sedangkan nifas tidak termasuk dalam perhitungan masa ila’.

C. Perkara yang Disunnahkan

Yaitu kasus yang dianjurkan ketika perempuan dalam masa atau keadaan haid. Disunnahkan bagi perempuan ketika bersuci untuk menggunakan wangi-wangian kala membersihkan kemaluannya. Memakai sesuatu yang berbau sedap contohnya sabun atau perlengkapan lain yang bekerjasama dan yang sanggup menyehatkan organ intim wanita.

Demikian pembahasan yang sanggup kita pelajari. Jangan lupa pula bagi laki-laki, bapak-bapak, ataupun calon bapak, tetap pelajari permasalah ini (haid dan nifas). Supaya nantinya sanggup mengajarkannya pribadi kepada istri dan anak-anaknya kelak, sehingga menjadi ayah yang mahir bagi mereka. Bagi teman-teman wanita, mari terus dan terus berguru permasalahan ini (haid dan nifas) lantaran permasalahan ini bekerjasama pribadi dengan kehidupan kita, kesehatan kita, dan juga ibadah-ibadah kita. Dan biar bermanfaat.

Baca Juga:
Proses Terjadinya Haid atau Mensturasi (Proses Haid)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengusaha Sukses Chris Gardner

Proses Terjadinya Haid Atau Mensturasi (Proses Haid)

Tips Sederhana Menghilangkan Rasa Malas Kuliah